Jimbarwana TV ini terpaksa ditertibkan karena sudah diperingatkan oleh Balmon Denpasar berulang untuk sesegera mungkin menghentikan penggunaan frekuensi radionya yang tanpa ijin, tetapi tidak mengindahkan peringatan tersebut. Di samping itu, menggunakan kanal TV Analog (Kanal 51) yang tidak sesuai dengan Peraturan Menteri 76 Tahun 2003 dan tidak bisa memenuhi persyaratan pengajuan permohonan untuk mendapatkan Ijin Penyelenggaraan Penyiaran. Kesalahan berikutnya dari Jimbarwana TV adalah karena menggunakan frekuensi tanpa ijin yang difungsikan sebagai microwave link untuk menghubungkan studio di Jembrana dan stasiun pemancar di Kabupaten Badung. Sebagai informasi, Jimbarwana TV ini juga ternyata belum mengikuti EDP (Evaluasi Dengar Pendapat). Sementara itu yang sudah mengikuti EDP adalah Bali TV, Dewata TV, ATV dan BMC, yang untuk selanjutnya hasil EDP ini akan dibawa ke forum FRB (Forum Rapat Bersama) yang melibatkan Depkominfo, KPI dan instansi lain terkait.
Sedangkan kasus yang terkait dengan Jimbarwana FM adalah juga karena sudah diperingatkan oleh Balmon Denpasar untuk segera menghentikan penggunaan frekuensi tanpa ijin, tetapi tidak mengindahkan peringatan tersebut dan bahkan terbukti menggunakan kanal frekuensi yang dialokasikan untuk penyelenggaraan radio komunitas. Selain itu, tidak bisa memenuhi persyaratan pengajuan permohonan untuk mendapatkan Ijin Penyelenggaraan Penyiaran. Akan halnya radio Pemda Denpasar adalah selain karena sudah diperingatkan berulang kali oleh Balmon Denpasar, juga karena menggunakan kanal frekuensi yang tidak seusai denga Peraturan Menteri 15 Tahun 2003 dan telah menggunakan frekuensi radio tanpa ijin stasiun radio.
(Sumber Dikutip dari : Siaran Pers No. 75/DJPT.1/KOMINFO/7/2008/ Red - ARSSLI Bali 25 Juli 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar